Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Kamis, 29 Maret 2012

ANTARA SUARA HATI DAN IMAN

“Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku“ (QS. Al An’am : 163)
Dalam pelatihan kecerdasan emosi dan spiritual sebagaimana yang dilakukan akhir-akhir ini oleh berbagai bentuk latihan dinyatakan bahwa suara hati merupakan sumber kebenaran sejati. Dalam pelatihan tersebut diajarkan bahwa seseorang itu berbuat baik, seperti menolong orang, mencintai orang lain, itu semua itu dilakukan bersumberkan kepada suara hati. Bagi kelompok spiritual tersebut, suara hati manusia semua sama bagi setiap orang, baik orang itu seorang manajer, orang miskin, orang kaya, agama apa saja, bangsa apa saja.
Pernyataan suara hati merupakan sumber kebenaran adalah sesuatu yang bertentangan dengan konsep ajaran Islam sebab suara hati itu dapat dipengaruhi oleh bisikan syetan, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya dalam kajian sejarah kita dapatkan bahwa nabi Muhammad tidak cukup dengan pemnyucian hati saja, tetapi hati tersebut harus diisi dengan iman, ilmu dan hikmah.
Dalam sirah kehidupan Rasulullah saw, nabi Muhammad saw mengalami peristiwa pembdahan dada dan penyucian hati selama dua kali. Pertama sewaktu beliau dibawah asuhan Halimah dalam usia antara 2 sampai 4 tahun, sebagaimana dinyatakan oleh Halimah: “Suatu hari sewaktu dia (Muhammad) sedang bermain-main dengan anak saya di belakang rumah dengan anak-anak kambing, tiba-tiba anak saya datang berlari dan berkata: “Saudara saya orang Quraisy tersebut (maksudnya nabi Muhammad saw) telah ditangkap oleh dua lelaki berbaju putih, setelah itu dia badannya dibaringkan dan dadanya dibedah oleh kedua orang yang menangkapnya tersebut.“ Mendengar itu saya dan suami saya terus berlari untuk melihat kejadian tersebut, dan kami temui dia (Muhammad) sedang berdiri dengan wajah yang pucat. Saya dan suami saya terus memeluknya, sambil bertanya: “Ada apa yang terjadi denganmu wahai anakku?“ Dia menjawab: “Telah datang dua orang lelaki yang memakai pakaian putih menangkap, dan membaringkan badan saya, kemudian mereka berdua membedah dada saya, mencari sesuatu di dalam badan saya dan saya tidak mengetahui apa yang dicarinya tersebut.” (Sirah Ibnu Hisyam, 133-134).
Dalam Hadis riwayat Muslim yang disampaikan oleh Anas bin Malik menyatakan bahwa Rasulullah didatangi malaikat Jibril sewaktu beliau sedang bermain bersama anak-anak yang lain, dan membelah dadanya, mengeluarkan hatinya dan membuang kotoran yang terdapat di hati tersebut, sambil berkata: “Ini syetan yang terdapat dalam diri engkau “kemudian malaikat mencuci hati tersebut dengan air zamzam, dan mengembalikannya ke dalam tempatnya semula.“ Melihat kejadian tersebut anak-anak yang lain segera berlari mendapatkan ibunya sambil berkata: “Muhammad telah ditangkap dan dibunuh oleh seseorang.“ Datanglah halimah dan suaminya  mendapatkan Muhammad yang sedang berdiri dengan wajah yang pucat. Anas berkata: “saya melihat bekas jahitan di dadanya.“ Dalam riwayat Nasai ditambahkan bahwa setelah hati itu dicuci, maka hati itu diisi dengan hikmah dan ilmu (Kitab Asas fissunnah wa fiqhuha, Said Hawa, jilid 1/ ha.164 -165)
Peristiwa penyucian jiwa nabi Muhammad juga terjadi dalam peristiwa Isra da Mikraj sebagaimana diceritakan dalam hadis riwayat Bukhari yang disampaikan oleh Anas bin Malik: “Sewaktu saya (nabi) sedang berbaring di dekat  Ka’bah, tiba-tiba datanglah seseorang mendekapku dan mengatakan kepada kawannya “Bedahlah antara ini dan ini“ kemudian aku (Anas) bertanya antara apa dengan apa? Nabi menjawab: “ antara cekuk leher sampai dada yang tumbuh rambut“ kemudian malaikat itu mengambil hatiku, dan tak lama kemudian datang seseorang yang membawa bejana emas penuh berisi iman, kemudian dibasuhlah hatiku, dan dikembalikan ke tempat asalnya, dan tak lama kemudian datanglah seekor binatang (bouraq) di hadapanku…” (Kitab Asas fissunnah, jilid 1, hal. 301) 
Dalam riwayat Bukhari yang lain juga dinyatakan bahwa  “Sewaktu saya sedang berbaring di samping Ka’bah, antara tidur dan sadar, perut saya dicuci dengan air zamzam, dan hati saya diisi dengan hikmah dan iman“  (Asas fissunah jilid 1, hal. 304) 
Dalam riwayat Muslim dinyatakan: “Di depan saya ada bejana dari emas yang penuh dengan hikmah dan iman, kemudian dada saya dibedah dan dicucilah dada saya dengan air zamzam“ (Asas fit sunah, hal. 304).
Dari beberapa hadis yang tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Rasulullah telah melakukan penyucian hati dan pengisian hati dengan iman, ilmu dan hikmah. Hal ini membuktikan bahwa hati manusia belum dapat menjadi pedoman hidup sebelum hati tersebut diisi dengan iman dan ilmu serta hikmah. Suara hati yang bersumberkan kepada iman, ilmu dan hikmah baru dapat mencapai tingkat kebenaran. Itulah sebabnya dalam hadis disebutkan bahwa dalam diri manusia ada sesuatu sepertisegumpal daging. Jika sesuatu itu baik, maka akan baiklah diri manusia itu, dan jika sesuatu itu rusak maka akan rusaklah seluruh perbuatan manusia tersebut, dan ketahuilah bahwa itu adalah hati. Dalam hadis tersebut terbukti bahwa hati dapat menjadi baik, dan hati dapat menjadi rusak. Hati baik, adalah hati yang telah diisi dengan keimanan dan petunjuk Allah swt. Hati yang rusak adalah hati yang tidak beriman dan menbdapat petunjuk Allah.
Ibnu Qayim al Jauzi dalam kaitan “Ighatsatul“ membagi hati dalam tiga bentuk, yaitu hati yang sehat, hati yang sakit dan hati yang mati. Hati yang sehat adalah hati orang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Hati yang sakit adalah hati orang yang munafik, sedang hati yang mati adalah hati orang kafir. Pendapat Ibnu Qayim tersebut berlandaskan kepada ayat-ayat Al Quran: “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, sedangkan orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus “ ( QS.Hajj : 52-54 )
Ayat ini menyatakan bahwa pada mulanya, dalam diri seorang rasul terdapat bisikan syetan, tetapi Allah telah menghilangkan bisikan syetan tersebut dari hati-hati mereka, dan memberikan kepada mereka ayat-ayatNya (wahyu). Bisikan syetan itu  masuk ke dalam hati, sebagai ujian bagi manusia. Bisikan itu dapat membuat orang menjadi munafik atau menjadi kafir yang mempunyai hati yang keras. Sedang orang beriman dan menerima kebenaran dari Tuhan (wahyu) maka hati mereka akan tunduk dan patuh kepadaNya. Allah hanya memberikan petunjuk (hidayah ) kepada hati orang yang beriman kepadaNya.
Dari ayat dan hadis diatas dapat disimpulkan bahwa hati manusia itu tidak sama, sebagaimana dinyatakan dalam pelatihan dan buku-buku spiritual. Tidak sama hati orang beriman dengan hati orang kafir. Hati nurani, suara hati juga tidak dapat menjadi petunjuk kebenaran, sebab hati tersebut dapat dipengaruhi oleh bisikan syetan. Suara hati yang dapat menjadi petunjuk adalah hati yang telah diisi dengan keimanan dan ilmu-ilmu yang bersumberkan dari petunjuk Tuhan (Wahyu). Oleh sebab itu, seorang yang beriman jika dia berbuat baik, menolong orang, mencintai orang lain itu semua dilakukan bukan karena suara hatinya, tetapi karena keimanan dan tunduk kepada Allah. Inilah bedanya orang kafir dan orang beriman, sebab orang kafir melakukan kebaikan karena suara hatinya, sedangkan orang beriman melakukan sesuatu kebaikan bukan karena suara hati, tetapi karena perintah Allah, dan tunduk kepadaNya. Melakukan sesuatu karena suara hati, bukan karena Allah merupakan syirik dan merusakkan akidah. Itulah sebabnya Allah bersabda: “tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". ( QS. Al An’am : 163 ). Semoga kita tidak terjebak oleh syirik-syirik “ suara hati” yang sekarang banyak terdapat dalam training dan buku-buku spiritual modern. Fa’tabiru ya Ulil albab. (Buletin ISTAID Jumat' 23 Juli 2010/ Muhammad Arifin Ismail).


sumber : alumnigontor.com

0 komentar:

Posting Komentar